Senin, 18 Mei 2015

Sejarah Pendidikan Dunia dan Indonesia

MAKALAH
Sejarah Pendidikan Dunia dan Indonesia
Dipresentasikan dalam Mata Kuliah
Ilmu Pendidikan
Dosen: Dr. Sudjarwo Singowidjojo M.Sc


Fakultas Ilmu Pendidikan
Program Studi PGSD
Disusun oleh:
Nia Kurniawati
NIM: 2013820046

Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jln. K.H. Ahmad Dahlan, Cireundeu-Ciputat
Tahun Akademik 2013/2014
KATA PENGANTAR
            Puji penulis sampaikan kepada Dzat Allah Yang Maha Suci, syukur pun tak lupa penulis sampaikan kepada Dzat Allah Yang Maha Ghafur. Karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah Pendidikan Dunia dan Indonesia”. Makalah ini penulis susun untuk memenuhui salah satu tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan.
Penulis menyusun makalah ini bertujuan untuk mengetahui landasan filosofi dan keilmuan yang digunakan dalam ilmu pendidikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini belum mampu mendekati kata sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan penulis dalam menguasai dan memahami bidang sastra. Tetapi, keterbatasan  ini tidak mematahkan semangat penulis untuk terus menyusun dan menyelesaikan karya tulis ini dengan dibantu oleh berbagai pihak, baik bantuan moril ataupun materil. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan penulis, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
  1. Bpk. Dr. Sudjarwo Singowidjojo M.Sc sebagai dosen sekaligus pembimbing dalam bidang Ilmu Pendidikan.
  2. Ibu dan Ayah tercinta yang telah memberikan motivasi dalam berbagai bidang serta yang telah memberikan do’a yang tiada henti untuk kelancaran hidup penulis.
  3. Teman-temanku seperjuangan yang ikut serta merasakan kelelahan dalam pembuatan makalah ini.

Semoga pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khusunya bagi penulis. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya pada kita semua. Amiin.

                                                                        Ciputat,     Oktober  2013

                                                            Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perkembangan pemikiran manusia dalam memberikan batasan tentang makna dan pengertian pendidikan, setiap saat selalu menunjukkan adanya perubahan. Perubahan itu didasarkan atas berbagai temuan dan perubahan di lapangan yang berkaitan dengan semakin bertambahnya komponen system pendidikan yang ada. Berkembangnya pola pikir para ahli pendidikan, pengelola pendidikan, dan pengamat pendidikan yang membuahkan teori-teori baru. Kemajuan alat teknologi turut andil dalam mewarnai perubahan makna dan pengertian pendidikan tersebut. Pada saat yang sama, proses pembelajaran dan pendidikan selalu eksis dan terus berlangsung. Karena itu, bisa jadi pandangan seseorang tentang makna atau pengertian pendidikan yang dianut oleh suatu Negara tertentu, pada saat yang berbeda makna dan pengertian pendidikan itu justru tidak relevan. Namun demikian, selama belum ada teori dan temuan baru tentang makna dan pengertian pendidikan, maka teori dan temuan yang telah ada masih relevan untuk dimanfaatkan sebagai acuan.
Pendidikan sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi pendidikan tidak jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Visi pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki sasaran jelas, dan tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam subsistem pendidikan merupakan suatu hal yang sangat wajar, karena kepedulian untuk menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sudah seyogyanya sistem pendidikan tidak boleh jalan di tempat, namun setiap perubahan juga harus disertai dan dilandasi visi yang mantap dalam menjawab tantangan zaman.
Dari uraian di atas, penulis akan mempresentasikan sebuah makalah mengenai sejarah pendidikan dengan judul “Sejarah Pendidikan Dunia dan Indonesia”.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Asal Mula Pendidikan
            Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan – Red), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari pengertian-pengertian dan analisis yang ada maka bisa disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya.
Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek afektif (merasa). Sebagai ilustrasi, saat kita mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja proses berpikir yang ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan dengan perasaan seperti semangat, suka dan lain-lain. Substansi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah membebaskan manusia dan menurut Drikarya adalah memanusiakan manusia. Ini menunjukan bahwa para pakar pun menilai bahwa pendidikan tidak hanya sekedar memperhatikan aspek kognitif saja tapi cakupannya harus lebih luas.
2.2. Sejarah Pendidikan di Dunia
Sejak awal sejarah, dambaan manusia untuk lebih mengetahui tentang diri dan alamnya, mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan ini menjadi pemacu terbentuknya pusat-pusat pembelajaran, perguruan dan universitas-universitas di dunia.
Kata universitas berasal dari bahasa Latin ‘universitas magistrorum et scholarium,’ yang kurang lebih berarti “kumpulan para guru dan sarjana/siswa ilmuwan (community of teachers and scholars).” Ini mirip dengan istilah sanghrama. Sangha artinya ‘komunitas’ dan arama artinya ‘tempat, akomodasi’.
Pusat-pusat pembelajaran tertua di dunia dimulai dengan terbentuknya berbagai institusi pembelajaran seperti di Ghandara, Takshasila pada abad ke-7 SM di Punjab, Pakistan, ‘Academy’ yang dipimpin oleh Plato di Yunani pada abad ke-4 SM, ‘Taixue’ pada abad ke-3 M di Cina, dan ‘Pandidakterion’ pada abad ke-5 SM di Konstantinopel, serta ‘Sanghrama Nalanda’ di India pada abad ke-5. Apa yang kita kenal sebagai pelopor universitas modern mulai terbentuk di Bologna pada abad ke-11 M, diikuti universitas-universitas lain seperti University of Paris, University of Oxford, University Of Cambridge pada abad ke-12 atau 13.
Pada dasarnya, yang diajarkan di universitas-universitas pada waktu itu adalah trivium (tatabahasa, dialektika dan logika), dan quadrivium (matematika, ilmu ukur, musik dan astronomi).
Menurut catatan penjelajah yang datang ke Sriwijaya pada abad ke-7, di Nusantara ini telah mempunyai pusat belajar dengan mata pelajaran mencakup pancavidya, yaitu logika, tata bahasa dan kesusastraan, ilmu pengobatan, kesenian serta metafisika dan filsafat. Di abad ke-11, seorang terpelajar dari India, datang dan belajar di Sriwijaya, beliau akhirnya menjadi seorang cendekiawan terkemuka dan membawa pengaruh yang luar biasa terhadap sejarah pembelajaran di dunia, hingga hari ini.
Dengan demikian, jauh sebelum berdirinya universitas-universitas modern di dunia, Indonesia telah mempunyai pusat pembelajaran yang cukup “advanced,” terbukti dari banyaknya para pakar, terutama dari India dan Cina yang belajar dan mengajar di Sriwijaya, paling tidak selama abad ke-7 hingga abad ke-11 Masehi.
2.3.Tokoh Pendidikan di Dunia
2.3.1. Al Ghazali
Sejak kecil Al Ghazali terkenal akan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan kegigihannya dalam mencari ilmu. Maka tidak mengherankan jika dalam masa usia yang masih kanak-kanak ia telah belajar dengan sejumlah guru di tanah kelahirannya.
Al Ghazali menjelaskan bahwa konsep pendidikan yang benar itu mengajarkan secara menyeluruh yang meliputi tujuan pendidikan, metode, etika guru, kurikulum dan murid.
2.3.2. John Locke
Dia memperoleh pendidikan di Universitas Oxford, peroleh gelar sarjana muda tahun 1656 dan gelar sarjana penuh tahun 1658. Selaku remaja dia tertarik sangat pada ilmu pengetahuan dan di umur tiga puluh enam tahun dia terpilih jadi anggota “Royal Society.” John Locke menegaskan kurikulum harus diarahkan demi kecerdasan individual, kemampuan dan keistimewaan anak-anak dalam menguasai pengetahuan dan bukan pada pengetahuan yang biasa diajarkan dengan hukuman yang sewenang-wenang.
2.3.3. John Dewey
Dewey mengadakan penelitian mengenai pendidikan di sekolah-sekolah dan mencoba menerapkan teori pendidikannya dalam praktek di sekolah-sekolah. Hasilnya, ia meninggalkan pola dan proses pendidikan tradisional yang mengandalkan kemampuan mendengar dan menghafal. Sebagai gantinya, ia menekankan pentingnya kreativitas dan keterlibatan siswa dalam diskusi dan pemecahan masalah
2.3.4. Ibnu Sina
Ibnu Sina terkenal dengan pemikirannya sebagai intelektual muslim yang mendapat banyak gelar. Menurutnya, tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki oleh seseorang. Potensi itu tidak hanya menuju pada perkembangan fisik, tapi juga intelektual dan budi pekerti. Selain itu, pendidikan juga harus mampu mempersiapkan seseorang agar dapat hidup bermasyarakat.
2.4. Sejarah Pendidikan di Indonesia
2.4.1. Pendidikan Pra Kemerdekaan
Pendidikan modern di Indonesia dimulai sejak akhir abad ke-18, ketika belanda mengakhiri politik “tanam paksa” menjadi politik etis, sebagai akibat kritik dari kelompok sosialis di negeri Belanda yang mengecam praktik tanam paksa yang menyebabkan kesengsaraan maha dasyat di Hindia Belanda. Pendidikan “ongko loro” diperkenalkan bukan saja sebagai elaborasi terhadap desakan kaum sosialis di negeri Belanda, namun juga didasari kebutuhan pemerintah pendudukan untuk mendapatkan pegawai negeri jajaran rendah di dalam administrasi pendudukannya. Pendidikan yang digerakkan oleh penjajah belanda kamudian ditiru kembangkan oleh kaum nasionalis Indonesia.
Sejarah pendidikan di Indonesia modern dimulai dengan lahirnya gerakan Boedi Oetomo di tahun 1908, “Pagoeyoeban Pasoendan” di tahun 1913, dan Taman Siswa di tahun 1922. Perjuangan kemerdekaan menghasilkan kemerdekaan RI tahun 1945. Soekarno, presiden pertama Indonesia membawa semangat “nation and character building” dalam pendidikan Indonesia. Di seluruh pelosok tanah air didirikan sekolah, dan anak-anak dicari untuk disekolahkan tanpa dibayar. Untuk meningkatkan kualitas guru, didirikan pendidikan guru yang  diberi nama KPK-PKB, SG 2 tahun, SGA/KPG, kursus B-1 dan kursus B-2.
Masa pra-kemerdekaan begitu banyak persoalan yang menerpa dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan pada saat itu masih dipengaruhi oleh kolonialisme, alhasil bangsa ini dididik untuk mengabdi kepada penjajah atau setelah pasca kemerdekaan adalah untuk kepentingan para penguasa pada saat itu. Karena, pada saat penjajahan semua bentuk pendidikan dipusatkan untuk membantu dan mendukung kepentingan penjajah. Pendidikan di zaman penjajah adalah pendidikan yang menjadikan penduduk Indonesia bertekuk lutut di bawah ketiak kolonialis. Bangsa ini tidak diberikan ruang yang lebar guna membaca dan mengamati banyak realitas pahit kemiskinan yang sedemikian membumi di bumi pertiwi. Dalam pendidikan kolonialis, pendidikan bagi bangsa ini bertujuan membutakan bangsa ini terhadap eksistensi dirinya sebagai bangsa yang seharusnya dan sejatinya wajib dimerdekakan.
Konsep ideal pendidikan kolonialis adalah pendidikan yang sedemikian mungkin mampu mencetak para pekerja yang dapat dipekerjakan oleh penjajah pula, bukan lagi untuk memanusiakan manusia sebagaimana dengan konsep pendidikan yang ideal itu sendiri. Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah pada pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan tanah airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan menggiring penduduk pribumi menjadi budak dari pemerintahan kolonial. Selain itu, agar penduduk pribumi menjadi pengikut negara yang patuh pada penjajah, bodoh, dan mudah ditundukkan serta dieksploitasi, tidak memberontak, dan tidak menuntut kemerdekaan bangsanya.
2.4.2. Pendidikan Pasca Kemerdekaan dan Masa Orde Lama
Tidak jauh berbeda setelah masa kemerdekaan, pendidikan di masa pascakolonial melahirkan beberapa hal diantaranya:
2.4.2.1.Terdapat banyak sikap hidup yang bisu dan kelu. Kebudayaan bisu dan budaya pedagogi yang hanya mengandalkan memori otak sehingga menjadikan sekolah hanya sebagai tempat untuk mendengarkan guru ceramah tanpa siswa diberikan kesempatan untuk berpikir kritis. Pada saat ini siswa tidak memiliki pilihan untuk tidak mengikuti metode ceramah ini,  karena guru diposisikan sebagai subjek sentral yang harus dihormati oleh murid.
2.4.2.2.Penduduk dipinggiran kota (di kampung-kampung kumuh) ternyata belum mampu berkembang dan belum dapat diikutsertakan dalam proses pendidikan.
2.4.2.3.Model sekolah yang mengikuti model barat ternyata belum hilang bekas-bekas pengaruhnya dalam mengalami kegagalan.
2.4.2.4.Di sekolah-sekolah, bahasa ibu (bahasa daerah asli) didiskualifikasi secara sistematis, diganti dengan bahasa intelektual dan artifisial penguasa di bidang politik.
2.4.2.5.Kaum elit dan intelektual yang mendapatkan pendidikan dari luar negeri ternyata tidak akrab dengan masyarakat pribumi.
Oleh karena itu, secara garis besar pendidikan di awal kemerdekaan diupayakan untuk dapat menyamai dan mendekati sistem pendidikan di negara-negara maju, khususnya dalam mengejar keserbaterbelakangan di berbagai sektor kehidupan.
Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca kemerdekaan di bawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan. Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Pada prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan dasar bahwa pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang kelas sosial. Pada masa ini Indonesia mampu mengekspor guru ke negara tetangga, dan banyak generasi muda yang disekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat. Tidak ada halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk belajar di sekolah, karena diskriminasi dianggap sebagai tindakan kolonialisme. Pada saat inilah merupakan suatu era di mana setiap orang merasa bahwa dirinya sejajar dengan yang lain, serta setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan.
Orde lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara, termasuk dalam bidang pendidikan. Sesungguhnya, inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Banyak pemikir-pemikir yang lahir pada masa itu, sebab ruang kebebasan betul-betul dibuka dan tidak ada yang mendikte peserta didik. Tidak ada nuansa kepentingan politik sektoral tertentu untuk menjadikan pendidikan sebagai alat negara maupun kaum dominan pemerintah. Seokarno pernah berkata:
“…sungguh alangkah hebatnya kalau tiap-tiap guru di perguruan taman siswa itu satu persatu adalah Rasul Kebangunan! Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa kebangunan dapat ‘menurunkan’ kebangunan ke dalam jiwa sang anak,”
Dari perkataan Soekarno itu sangatlah jelas bahwa pemerintahan orde lama menaruh perhatian serius yang sangat tinggi untuk memajukan bangsanya melalui pendidikan.
Di bawah menteri pendidikan Ki Hadjar Dewantara dikembangkan pendidikan dengan sistem “among” berdasarkan asas-asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanuasiaan yang dikenal sebagai “Panca Dharma Taman Siswa” dan semboyan “ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” pada 1950 diundangkan pertama kali peraturan pendidikan nasional yaitu UU No. 4/1950 yang kemudian disempurnakan (jo) menjadi UU No. 12/1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada 1961 diundangkan UU No. 22/1961 tentang Pendidikan Tinggi, dilanjutkan dengan UU No.14/1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional, dan UU No. 19/1965 tentang Pokok-Pokok Sitem Pendidikan Nasional Pancasila. Pada masa akhir pendidikan Presiden Soekarno, 90 % bangsa Indonesia berpendidikan SD.
2.4.3. Pendidikan Masa Orde Baru
Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas peserta didik. Selain itu, masa ini juga diwarnai dengan ideologi militeralistik dalam pendidikan yang bertujuan untuk melanggengkan status quo penguasa. Pendidikan militeralistik diperkuat dengan kebijakan pemerintah dalam penyiapan calon-calon tenaga guru negeri.
Pada pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan. Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa ini adalah:
2.4.3.1.Produk-produk pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja. Sehingga, berimplikasi pada hilangnya eksistensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya (tidak memanusiakan manusia).
2.4.3.2.Lahirnya kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda yang berpikiran positivistik
2.4.3.3.Hilangnya kebebasan berpendapat.
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto mengedepankan moto “membangun manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia”. Pada  tahun 1969-1970 diadakan Proyek Penilaian Nasional Pendidikan (PPNP) dan menemukan empat masalah pokok dalam pendidikan di Indonesia: pemerataan, mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Dan hasilnya digunakan untuk membentuk Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (BP3K). Pada masa orde baru dibentuk BP-7 yang menjadi pusat pengarus utamaan (mainstreaming) pancasila dan UUD 1945 dengan produknya mata ajar Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan penataran P-4. Ditahun 1980 mulai timbul masalah pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah “pengangguran terdidik”. Depdiknas di bawah Menteri Wardiman Djojohadiningrat (kabinet pembangunan VI) mengedepankan wacana pendidikan “link and match” sebagai upaya untuk memperbaiki pendidikan Indonesia pada masa itu.
2.4.4. Pendidikan pada Masa Reformasi
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara.
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara, serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.”
Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia melalui UU No 22 tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989, dan sejak saat itu pendidikan dipahami sebagai:
“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
Mendiknas kabinet bersatu Bambang Sudibyo memperkenalkan beberapa inovasi penting bagi daerah yang berhasil melaksanakan pembangunan pendidikan, mengelola pengadaan buku untuk sekolah, dan mengembangkan wajib belajar 9 tahun, menetapkan guru sebagai profesi agar bisa sejajar dengan  profesi terhormat lainnya
Tak ada gading yang tak retak, pendidikan di masa reformasi juga belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Karena, pemerintah belum memberikan kebebasan sepenuhnya untuk mendesain pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan lokal, misalnya penentuan kelulusan siswa masih diatur dan ditentukan oleh pemerintah. Walaupun telah ada aturan yang mengatur posisi siswa sebagai subjek yang setara dengan guru, namun dalam pengaplikasiannya, guru masih menjadi pihak yang dominan dan mendominasi siswanya, sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan proses pendidikan Indonesia masih jauh dari dikatakan untuk memperjuangkan hak-hak siswa.



BAB III
PENUTUP
3.1.            Kesimpulan
Sejak awal sejarah, dambaan manusia untuk lebih mengetahui tentang diri dan alamnya, mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan ini menjadi pemacu terbentuknya pusat-pusat pembelajaran, perguruan dan universitas-universitas di dunia. Kata universitas berasal dari bahasa Latin ‘universitas magistrorum et scholarium,’ yang kurang lebih berarti “kumpulan para guru dan sarjana/siswa ilmuwan (community of teachers and scholars).” Ini mirip dengan istilah sanghrama. Sangha artinya ‘komunitas’ dan arama artinya ‘tempat, akomodasi’. Pada dasarnya, yang diajarkan di universitas-universitas pada waktu itu adalah trivium (tatabahasa, dialektika dan logika), dan quadrivium (matematika, ilmu ukur, musik dan astronomi).
Ada empat tokoh pendidikan di dunia, yaitu: Al Ghazali, Ibnu Shina, John Locke, dan John Dewey.
Sejarah pendidikan di Indonesia dari masa Pra-kemerdekaan hingga masa Reformasi:
3.1.1.Pendidikan pada Masa Pra-kemerdekaan
Sejarah pendidikan di Indonesia modern dimulai dengan lahirnya gerakan Boedi Oetomo di tahun 1908, “Pagoeyoeban Pasoendan” di tahun 1913, dan Taman Siswa di tahun 1922. Perjuangan kemerdekaan menghasilkan kemerdekaan RI tahun 1945. Soekarno, presiden pertama Indonesia membawa semangat “nation and character building” dalam pendidikan Indonesia. Di seluruh pelosok tanah air didirikan sekolah, dan anak-anak dicari untuk disekolahkan tanpa dibayar. Untuk meningkatkan kualitas guru, didirikan pendidikan guru yang  diberi nama KPK-PKB, SG 2 tahun, SGA/KPG, kursus B-1 dan kursus B-2.

3.1.2.Pendidikan pada Masa Pasca Kemerdekaan dan Masa Orde Lama
Secara garis besar pendidikan di awal kemerdekaan diupayakan untuk dapat menyamai dan mendekati sistem pendidikan di negara-negara maju, khususnya dalam mengejar keserbaterbelakangan di berbagai sektor kehidupan.
Orde lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara, termasuk dalam bidang pendidikan. Sesungguhnya, inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
3.1.3.Pendidikan pada Masa Orde Baru
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas peserta didik. Selain itu, masa ini juga diwarnai dengan ideologi militeralistik dalam pendidikan yang bertujuan untuk melanggengkan status quo penguasa. Pendidikan militeralistik diperkuat dengan kebijakan pemerintah dalam penyiapan calon-calon tenaga guru negeri.
3.1.4.Pendidikan pada Masa Reformasi
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia melalui UU No 22 tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.



DAFTAR PUSTAKA
Kartono, Kartini.1997. Tujuan Pendidikan Holistik Mengenai Tujuan Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Yamin, Moh. 2009.  Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar Ruz.
Nugroho, Rianti.2008. Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi,dan Strategi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: Cemerlang, 2005)
UUD 1945 amandemen keempat,  pasal 31 ayat 4.
“Asal Mula Pendidikan”, (worldfhan.wordpress.com, diakses 04 Oktober 2013, pukul 19.02 WIB).
“Sejarah Perkembangan Pendidikan di Dunia”, (sudimuja.com, diakses 04 Oktober 2013, pukul 19.25 WIB).
“4 Tokoh Pendidikan di Dunia”, (yudhe.com. diakses 04 Oktober 2013, pukul 19.51WIB).
 “Sejarah Pendidikan Indonesia”, (filsufgaul.wordpress.com, diakses 04 Oktober 2013, pukul 20.13 WIB).


Nama Dosen : Dirgantara Wicaksono
Mata Kuliah : Pengembangan Pembelajaran PKn di SD






            

1 komentar:

  1. PENGUJIAN: Ny. Ria Maulidina
    NEGARA: Indonesia
    CITY: Semarang
    MY WHATSAPP NO: +62 821-3272-6590
    PINJAMAN PINJAMAN: Rp 500.000.000
    BANK: ACCOUNT BCA No: 1750825253
    EMAIL: maulidinaria@gmail.com

    PERUSAHAAN PINJAMAN: PERUSAHAAN PINJAMAN ROLAND KARINA ELENA
    EMAIL: karinarolandloancompany@gmail.com
    WHATSAPP NO: +15857083478
    NAMA FACEBOOK: karina elena roland

    Nama saya MRS RIA MAULIDINA, saya berada dalam kekacauan keuangan, saya tidak punya pilihan selain mencari agen pinjaman online terkemuka yang menyewakan pinjaman kepada yang membutuhkan, tetapi yang saya dapatkan hanyalah sekelompok scammers karena saya percaya pemberi pinjaman kedua yang saya komunikasikan karena keputusasaan saya untuk mendapatkan uang ASAP dan itu membuat saya mengirim kepadanya satu-satunya uang yang saya miliki di bumi dan di surga, mereka terus meminta lebih banyak dan ini membuat saya marah karena saya harus menutup email itu karena saya menyadari omong kosong dan saya tidak repot-repot online untuk mendapatkan bantuan lagi, karena saya tidak percaya lagi. saya menjadi sangat kurus karena kurangnya makanan yang baik dan 2 anak saya usia 5 dan 8 juga tidak terlihat bagus selama periode COVID19 kuncian ini tidak ada perawatan yang layak sebagai akibat dari keuangan, minggu lask saya melihat teman keluarga lama suami saya dan saya mengatakan kepadanya semua yang saya telah lewati dan dia mengatakan satu-satunya cara dia bisa membantu adalah mengarahkan saya ke agen pinjaman yang baik yang juga membantunya dan dia juga menjelaskan bagaimana dia secara finansial turun dan bagaimana dia didorong oleh pinjaman ini agen KARINA ELENA ROLAND LOAN COMPANY (karinarolandloancompany@gmail.com) yang memberinya pinjaman dengan suku bunga 2% yang terjangkau dan dia lebih lanjut meyakinkan saya bahwa mereka sah dan bukan scammer dan dia juga memberi tahu saya apa yang perlu dilakukan {PERUSAHAAN PROSEDUR ADMINISTRASI} dan dia juga memberi saya alamat email yang bereputasi baik ini dan saya menghubungi mereka seperti yang diinstruksikan dan atas rahmat ALLAH YANG MAHA ESA saya juga diberikan dana pinjaman saya sebesar Rp 500.000.000 dalam waktu 2 jam setelah aplikasi saya dijumlahkan tanpa ada tekanan atau masalah Aku dan inilah sebabnya aku datang ke sini untuk memberikan kesaksian saya dan untuk membiarkan orang tahu bahwa masih ada agen pinjaman nyata dan terkemuka online. hubungi mereka melalui (karinarolandloancompany @ gmail. com) atau melalui +15857083478

    BalasHapus