MAKALAH
Sejarah
Pendidikan Dunia dan Indonesia
Dipresentasikan dalam Mata Kuliah
Ilmu
Pendidikan
Dosen: Dr. Sudjarwo Singowidjojo M.Sc
Fakultas Ilmu Pendidikan
Program Studi PGSD
Disusun
oleh:
Nia Kurniawati
NIM:
2013820046
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jln. K.H. Ahmad Dahlan,
Cireundeu-Ciputat
Tahun Akademik 2013/2014
KATA
PENGANTAR
Puji penulis sampaikan kepada Dzat
Allah Yang Maha Suci, syukur pun tak lupa penulis sampaikan kepada Dzat Allah
Yang Maha Ghafur. Karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah Pendidikan Dunia dan Indonesia”.
Makalah ini penulis susun untuk memenuhui salah satu tugas mata kuliah Ilmu
Pendidikan.
Penulis menyusun
makalah ini bertujuan untuk mengetahui landasan filosofi dan keilmuan yang
digunakan dalam ilmu pendidikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan
makalah ini belum mampu mendekati kata sempurna. Hal ini dikarenakan
keterbatasan penulis dalam menguasai dan memahami bidang sastra. Tetapi,
keterbatasan ini tidak mematahkan
semangat penulis untuk terus menyusun dan menyelesaikan karya tulis ini dengan
dibantu oleh berbagai pihak, baik bantuan moril ataupun materil. Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan penulis, penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada:
- Bpk. Dr. Sudjarwo Singowidjojo M.Sc sebagai dosen sekaligus pembimbing dalam bidang Ilmu Pendidikan.
- Ibu dan Ayah tercinta yang telah memberikan motivasi dalam berbagai bidang serta yang telah memberikan do’a yang tiada henti untuk kelancaran hidup penulis.
- Teman-temanku seperjuangan yang ikut serta merasakan kelelahan dalam pembuatan makalah ini.
Semoga pembuatan
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khusunya bagi penulis. Semoga
Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya pada kita semua. Amiin.
Ciputat, Oktober
2013
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perkembangan pemikiran manusia dalam
memberikan batasan tentang makna dan pengertian pendidikan, setiap saat selalu
menunjukkan adanya perubahan. Perubahan itu didasarkan atas berbagai temuan dan
perubahan di lapangan yang berkaitan dengan semakin bertambahnya komponen
system pendidikan yang ada. Berkembangnya pola pikir para ahli pendidikan,
pengelola pendidikan, dan pengamat pendidikan yang membuahkan teori-teori baru.
Kemajuan alat teknologi turut andil dalam mewarnai perubahan makna dan
pengertian pendidikan tersebut. Pada saat yang sama, proses pembelajaran dan
pendidikan selalu eksis dan terus berlangsung. Karena itu, bisa jadi pandangan
seseorang tentang makna atau pengertian pendidikan yang dianut oleh suatu
Negara tertentu, pada saat yang berbeda makna dan pengertian pendidikan itu
justru tidak relevan. Namun demikian, selama belum ada teori dan temuan baru
tentang makna dan pengertian pendidikan, maka teori dan temuan yang telah ada
masih relevan untuk dimanfaatkan sebagai acuan.
Pendidikan
sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi pendidikan tidak
jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Visi
pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki sasaran
jelas, dan tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam
subsistem pendidikan merupakan suatu hal yang sangat wajar, karena kepedulian
untuk menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Sudah seyogyanya sistem pendidikan tidak boleh jalan di tempat, namun setiap
perubahan juga harus disertai dan dilandasi visi yang mantap dalam menjawab
tantangan zaman.
Dari
uraian di atas, penulis akan mempresentasikan sebuah makalah mengenai sejarah
pendidikan dengan judul “Sejarah
Pendidikan Dunia dan Indonesia”.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Asal Mula Pendidikan
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik
yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare,
yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang
dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung
yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam
atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan
berarti panggulawentah (pengolahan – Red), mengolah, mengubah kejiwaan,
mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang
anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal
dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan
(ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan
mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan
pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta
jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari pengertian-pengertian dan analisis yang ada maka bisa
disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir untuk
mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi alam beserta
lingkungannya.
Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek
kognitif (berpikir) dan aspek afektif (merasa). Sebagai ilustrasi, saat kita
mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja proses berpikir yang ambil
bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan dengan perasaan seperti
semangat, suka dan lain-lain. Substansi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
adalah membebaskan manusia dan menurut Drikarya adalah memanusiakan manusia.
Ini menunjukan bahwa para pakar pun menilai bahwa pendidikan tidak hanya
sekedar memperhatikan aspek kognitif saja tapi cakupannya harus lebih luas.
2.2. Sejarah Pendidikan di Dunia
Sejak awal
sejarah, dambaan manusia untuk lebih mengetahui tentang diri dan alamnya,
mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan ini menjadi pemacu terbentuknya
pusat-pusat pembelajaran, perguruan dan universitas-universitas di dunia.
Kata universitas
berasal dari bahasa Latin ‘universitas magistrorum et scholarium,’
yang kurang lebih berarti “kumpulan para guru dan sarjana/siswa ilmuwan (community
of teachers and scholars).” Ini mirip dengan istilah sanghrama. Sangha
artinya ‘komunitas’ dan arama artinya ‘tempat, akomodasi’.
Pusat-pusat
pembelajaran tertua di dunia dimulai dengan terbentuknya
berbagai institusi pembelajaran seperti di Ghandara, Takshasila
pada abad ke-7 SM di Punjab, Pakistan, ‘Academy’ yang dipimpin oleh Plato
di Yunani pada abad ke-4 SM, ‘Taixue’ pada abad ke-3 M di Cina,
dan ‘Pandidakterion’ pada abad ke-5 SM di Konstantinopel, serta ‘Sanghrama
Nalanda’ di India pada abad ke-5. Apa yang kita kenal sebagai pelopor
universitas modern mulai terbentuk di Bologna pada abad ke-11 M, diikuti
universitas-universitas lain seperti University of Paris, University of
Oxford, University Of Cambridge pada abad ke-12 atau 13.
Pada dasarnya,
yang diajarkan di universitas-universitas pada waktu itu adalah trivium
(tatabahasa, dialektika dan logika), dan quadrivium (matematika, ilmu
ukur, musik dan astronomi).
Menurut catatan
penjelajah yang datang ke Sriwijaya pada abad ke-7, di Nusantara ini telah
mempunyai pusat belajar dengan mata pelajaran mencakup pancavidya,
yaitu logika, tata bahasa dan kesusastraan, ilmu pengobatan, kesenian serta
metafisika dan filsafat. Di abad ke-11, seorang terpelajar dari India, datang
dan belajar di Sriwijaya, beliau akhirnya menjadi seorang cendekiawan terkemuka
dan membawa pengaruh yang luar biasa terhadap sejarah pembelajaran di dunia,
hingga hari ini.
Dengan
demikian, jauh sebelum berdirinya universitas-universitas modern di dunia,
Indonesia telah mempunyai pusat pembelajaran yang cukup “advanced,”
terbukti dari banyaknya para pakar, terutama dari India dan Cina yang belajar
dan mengajar di Sriwijaya, paling tidak selama abad ke-7 hingga abad ke-11
Masehi.
2.3.Tokoh Pendidikan di Dunia
2.3.1. Al
Ghazali
Sejak kecil Al Ghazali terkenal akan kecintaannya terhadap
ilmu pengetahuan dan kegigihannya dalam mencari ilmu. Maka tidak mengherankan
jika dalam masa usia yang masih kanak-kanak ia telah belajar dengan sejumlah
guru di tanah kelahirannya.
Al
Ghazali menjelaskan bahwa konsep pendidikan
yang benar itu mengajarkan secara menyeluruh yang meliputi tujuan pendidikan,
metode, etika guru, kurikulum dan murid.
2.3.2.
John Locke
Dia
memperoleh pendidikan di Universitas Oxford, peroleh gelar sarjana muda tahun
1656 dan gelar sarjana penuh tahun 1658. Selaku remaja dia tertarik sangat pada
ilmu pengetahuan dan di umur tiga puluh enam tahun dia terpilih jadi anggota
“Royal Society.” John Locke menegaskan kurikulum harus diarahkan demi
kecerdasan individual, kemampuan dan keistimewaan anak-anak dalam menguasai
pengetahuan dan bukan pada pengetahuan yang biasa diajarkan dengan hukuman yang
sewenang-wenang.
2.3.3. John Dewey
Dewey
mengadakan penelitian mengenai pendidikan di sekolah-sekolah dan mencoba
menerapkan teori pendidikannya dalam praktek di sekolah-sekolah. Hasilnya, ia
meninggalkan pola dan proses pendidikan tradisional yang mengandalkan kemampuan
mendengar dan menghafal. Sebagai gantinya, ia menekankan pentingnya kreativitas
dan keterlibatan siswa dalam diskusi dan pemecahan masalah
2.3.4. Ibnu Sina
Ibnu
Sina terkenal dengan pemikirannya sebagai intelektual muslim yang mendapat
banyak gelar. Menurutnya, tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan
seluruh potensi yang dimiliki oleh seseorang. Potensi itu tidak hanya menuju
pada perkembangan fisik, tapi juga intelektual dan budi pekerti. Selain itu,
pendidikan juga harus mampu mempersiapkan seseorang agar dapat hidup
bermasyarakat.
2.4. Sejarah Pendidikan di Indonesia
2.4.1. Pendidikan Pra Kemerdekaan
Pendidikan
modern di Indonesia dimulai sejak akhir abad ke-18, ketika belanda mengakhiri
politik “tanam paksa” menjadi politik etis, sebagai akibat kritik dari kelompok
sosialis di negeri Belanda yang mengecam praktik tanam paksa yang menyebabkan
kesengsaraan maha dasyat di Hindia Belanda. Pendidikan “ongko loro”
diperkenalkan bukan saja sebagai elaborasi terhadap desakan kaum sosialis di
negeri Belanda, namun juga didasari kebutuhan pemerintah pendudukan untuk
mendapatkan pegawai negeri jajaran rendah di dalam administrasi pendudukannya.
Pendidikan yang digerakkan oleh penjajah belanda kamudian ditiru kembangkan
oleh kaum nasionalis Indonesia.
Sejarah pendidikan di Indonesia modern dimulai dengan
lahirnya gerakan Boedi Oetomo di tahun 1908, “Pagoeyoeban Pasoendan” di tahun
1913, dan Taman Siswa di tahun 1922. Perjuangan kemerdekaan menghasilkan
kemerdekaan RI tahun 1945. Soekarno, presiden pertama Indonesia membawa
semangat “nation and character building” dalam pendidikan Indonesia. Di
seluruh pelosok tanah air didirikan sekolah, dan anak-anak dicari untuk
disekolahkan tanpa dibayar. Untuk meningkatkan kualitas guru, didirikan
pendidikan guru yang diberi nama KPK-PKB, SG 2 tahun, SGA/KPG, kursus B-1
dan kursus B-2.
Masa pra-kemerdekaan begitu banyak persoalan yang menerpa
dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan pada saat itu masih dipengaruhi oleh
kolonialisme, alhasil bangsa ini dididik untuk mengabdi kepada penjajah atau
setelah pasca kemerdekaan adalah untuk kepentingan para penguasa pada saat itu.
Karena, pada saat penjajahan semua bentuk pendidikan dipusatkan untuk membantu
dan mendukung kepentingan penjajah. Pendidikan di zaman penjajah adalah
pendidikan yang menjadikan penduduk Indonesia bertekuk lutut di bawah ketiak
kolonialis. Bangsa ini tidak diberikan ruang yang lebar guna membaca dan
mengamati banyak realitas pahit kemiskinan yang sedemikian membumi di bumi
pertiwi. Dalam pendidikan kolonialis, pendidikan bagi bangsa ini bertujuan
membutakan bangsa ini terhadap eksistensi dirinya sebagai bangsa yang
seharusnya dan sejatinya wajib dimerdekakan.
Konsep ideal pendidikan kolonialis adalah pendidikan yang
sedemikian mungkin mampu mencetak para pekerja yang dapat dipekerjakan oleh
penjajah pula, bukan lagi untuk memanusiakan manusia sebagaimana dengan konsep
pendidikan yang ideal itu sendiri. Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah
pada pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan tanah
airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan
norma-norma masyarakat penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan
menggiring penduduk pribumi menjadi budak dari pemerintahan kolonial. Selain
itu, agar penduduk pribumi menjadi pengikut negara yang patuh pada penjajah,
bodoh, dan mudah ditundukkan serta dieksploitasi, tidak memberontak, dan tidak
menuntut kemerdekaan bangsanya.
2.4.2. Pendidikan Pasca Kemerdekaan dan Masa Orde Lama
Tidak
jauh berbeda setelah masa kemerdekaan, pendidikan di masa pascakolonial
melahirkan beberapa hal diantaranya:
2.4.2.1.Terdapat banyak sikap hidup yang bisu
dan kelu. Kebudayaan bisu dan budaya pedagogi yang hanya mengandalkan memori
otak sehingga menjadikan sekolah hanya sebagai tempat untuk mendengarkan guru
ceramah tanpa siswa diberikan kesempatan untuk berpikir kritis. Pada saat ini
siswa tidak memiliki pilihan untuk tidak mengikuti metode ceramah ini,
karena guru diposisikan sebagai subjek sentral yang harus dihormati oleh murid.
2.4.2.2.Penduduk dipinggiran kota (di
kampung-kampung kumuh) ternyata belum mampu berkembang dan belum dapat diikutsertakan
dalam proses pendidikan.
2.4.2.3.Model sekolah yang mengikuti model
barat ternyata belum hilang bekas-bekas pengaruhnya dalam mengalami kegagalan.
2.4.2.4.Di sekolah-sekolah, bahasa ibu (bahasa
daerah asli) didiskualifikasi secara sistematis, diganti dengan bahasa
intelektual dan artifisial penguasa di bidang politik.
2.4.2.5.Kaum elit dan intelektual yang
mendapatkan pendidikan dari luar negeri ternyata tidak akrab dengan masyarakat
pribumi.
Oleh karena itu, secara garis besar pendidikan di awal
kemerdekaan diupayakan untuk dapat menyamai dan mendekati sistem pendidikan di
negara-negara maju, khususnya dalam mengejar keserbaterbelakangan di berbagai
sektor kehidupan.
Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi
pasca kemerdekaan di bawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang
bebas terhadap pendidikan. Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi
rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk dan dijalankan demi
pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Pada prinsipnya
konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan dasar bahwa pendidikan merupakan
hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang kelas sosial. Pada masa ini
Indonesia mampu mengekspor guru ke negara tetangga, dan banyak generasi muda
yang disekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar mereka kelak dapat kembali
ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat. Tidak ada
halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk belajar di sekolah, karena
diskriminasi dianggap sebagai tindakan kolonialisme. Pada saat inilah merupakan
suatu era di mana setiap orang merasa bahwa dirinya sejajar dengan yang lain,
serta setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan.
Orde lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat,
yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga
negara, termasuk dalam bidang pendidikan. Sesungguhnya, inilah amanat UUD 1945
yang menyebutkan salah satu cita-cita pembangunan nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Banyak pemikir-pemikir yang lahir pada masa itu, sebab ruang
kebebasan betul-betul dibuka dan tidak ada yang mendikte peserta didik. Tidak
ada nuansa kepentingan politik sektoral tertentu untuk menjadikan pendidikan
sebagai alat negara maupun kaum dominan pemerintah. Seokarno pernah berkata:
“…sungguh
alangkah hebatnya kalau tiap-tiap guru di perguruan taman siswa itu satu
persatu adalah Rasul Kebangunan! Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa
kebangunan dapat ‘menurunkan’ kebangunan ke dalam jiwa sang anak,”
Dari perkataan Soekarno itu sangatlah jelas bahwa
pemerintahan orde lama menaruh perhatian serius yang sangat tinggi untuk
memajukan bangsanya melalui pendidikan.
Di bawah menteri pendidikan Ki Hadjar Dewantara dikembangkan
pendidikan dengan sistem “among” berdasarkan asas-asas kemerdekaan, kodrat
alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanuasiaan yang dikenal sebagai “Panca
Dharma Taman Siswa” dan semboyan “ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun
karso, tut wuri handayani” pada 1950 diundangkan pertama kali peraturan
pendidikan nasional yaitu UU No. 4/1950 yang kemudian disempurnakan (jo)
menjadi UU No. 12/1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di
sekolah. Pada 1961 diundangkan UU No. 22/1961 tentang Pendidikan Tinggi,
dilanjutkan dengan UU No.14/1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional, dan UU
No. 19/1965 tentang Pokok-Pokok Sitem Pendidikan Nasional Pancasila. Pada masa
akhir pendidikan Presiden Soekarno, 90 % bangsa Indonesia berpendidikan SD.
2.4.3.
Pendidikan Masa Orde Baru
Orde
baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era
pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi
Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah
pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi
dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan
lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan
hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak
menemukan kendala, karena pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman”
sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi
seleksi penyeragaman intelektualitas peserta didik. Selain itu, masa ini juga
diwarnai dengan ideologi militeralistik dalam pendidikan yang bertujuan untuk
melanggengkan status quo penguasa. Pendidikan militeralistik diperkuat
dengan kebijakan pemerintah dalam penyiapan calon-calon tenaga guru negeri.
Pada pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak
dapat diciptakan karena unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam
pola pendidikan orde baru. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi
pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi
kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka
terhadap lingkungan. Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa ini
adalah:
2.4.3.1.Produk-produk pendidikan diarahkan
untuk menjadi pekerja. Sehingga, berimplikasi pada hilangnya eksistensi manusia
yang hidup dengan akal pikirannya (tidak memanusiakan manusia).
2.4.3.2.Lahirnya kaum terdidik yang tumpul akan
kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda yang berpikiran positivistik
2.4.3.3.Hilangnya kebebasan berpendapat.
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto mengedepankan
moto “membangun manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia”.
Pada tahun 1969-1970 diadakan Proyek Penilaian Nasional Pendidikan (PPNP)
dan menemukan empat masalah pokok dalam pendidikan di Indonesia: pemerataan,
mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Dan hasilnya digunakan untuk
membentuk Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (BP3K). Pada
masa orde baru dibentuk BP-7 yang menjadi pusat pengarus utamaan (mainstreaming)
pancasila dan UUD 1945 dengan produknya mata ajar Pendidikan Moral Pancasila
(PMP) dan penataran P-4. Ditahun 1980 mulai timbul masalah pendidikan di
Indonesia. Salah satunya adalah “pengangguran terdidik”. Depdiknas di bawah
Menteri Wardiman Djojohadiningrat (kabinet pembangunan VI) mengedepankan wacana
pendidikan “link and match” sebagai upaya untuk memperbaiki pendidikan
Indonesia pada masa itu.
2.4.4.
Pendidikan pada Masa Reformasi
Era
reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan
kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner.
Bentuk kurikulum menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan
pendidikan berubah dari sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa
ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara.
“Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen (20%)
dari anggaran pendapatan dan belanja negara, serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.”
Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah, yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka pendidikan digiring pada
pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat
dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem
pendidikan Indonesia melalui UU No 22 tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi
sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model
“Manajemen Berbasis Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber
daya manusia yang berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum Berbasis
Kompetensi”.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989, dan sejak
saat itu pendidikan dipahami sebagai:
“usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara.”
Mendiknas kabinet bersatu Bambang Sudibyo memperkenalkan
beberapa inovasi penting bagi daerah yang berhasil melaksanakan pembangunan
pendidikan, mengelola pengadaan buku untuk sekolah, dan mengembangkan wajib
belajar 9 tahun, menetapkan guru sebagai profesi agar bisa sejajar dengan
profesi terhormat lainnya
Tak ada gading yang tak retak, pendidikan di masa reformasi
juga belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Karena, pemerintah belum memberikan kebebasan
sepenuhnya untuk mendesain pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
lokal, misalnya penentuan kelulusan siswa masih diatur dan ditentukan oleh
pemerintah. Walaupun telah ada aturan yang mengatur posisi siswa sebagai subjek
yang setara dengan guru, namun dalam pengaplikasiannya, guru masih menjadi
pihak yang dominan dan mendominasi siswanya, sehingga dapat dikatakan bahwa
pelaksanaan proses pendidikan Indonesia masih jauh dari dikatakan untuk
memperjuangkan hak-hak siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Sejak awal
sejarah, dambaan manusia untuk lebih mengetahui tentang diri dan alamnya,
mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan ini menjadi pemacu terbentuknya
pusat-pusat pembelajaran, perguruan dan universitas-universitas di dunia. Kata universitas
berasal dari bahasa Latin ‘universitas magistrorum et scholarium,’
yang kurang lebih berarti “kumpulan para guru dan sarjana/siswa ilmuwan (community
of teachers and scholars).” Ini mirip dengan istilah sanghrama. Sangha
artinya ‘komunitas’ dan arama artinya ‘tempat, akomodasi’. Pada
dasarnya, yang diajarkan di universitas-universitas pada waktu itu adalah trivium
(tatabahasa, dialektika dan logika), dan quadrivium (matematika, ilmu
ukur, musik dan astronomi).
Ada empat tokoh
pendidikan di dunia, yaitu: Al Ghazali, Ibnu Shina, John Locke, dan John Dewey.
Sejarah
pendidikan di Indonesia dari masa Pra-kemerdekaan hingga masa Reformasi:
3.1.1.Pendidikan
pada Masa Pra-kemerdekaan
Sejarah pendidikan di
Indonesia modern dimulai dengan lahirnya gerakan Boedi Oetomo di tahun 1908,
“Pagoeyoeban Pasoendan” di tahun 1913, dan Taman Siswa di tahun 1922.
Perjuangan kemerdekaan menghasilkan kemerdekaan RI tahun 1945. Soekarno,
presiden pertama Indonesia membawa semangat “nation and character building”
dalam pendidikan Indonesia. Di seluruh pelosok tanah air didirikan sekolah, dan
anak-anak dicari untuk disekolahkan tanpa dibayar. Untuk meningkatkan kualitas
guru, didirikan pendidikan guru yang diberi nama KPK-PKB, SG 2 tahun,
SGA/KPG, kursus B-1 dan kursus B-2.
3.1.2.Pendidikan
pada Masa Pasca Kemerdekaan dan Masa Orde Lama
Secara garis besar
pendidikan di awal kemerdekaan diupayakan untuk dapat menyamai dan mendekati
sistem pendidikan di negara-negara maju, khususnya dalam mengejar keserbaterbelakangan
di berbagai sektor kehidupan.
Orde lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di
atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara, termasuk
dalam bidang pendidikan. Sesungguhnya, inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan
salah satu cita-cita pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
3.1.3.Pendidikan
pada Masa Orde Baru
Pelaksanaan pendidikan
pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena pendidikan orde
baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam
bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas
peserta didik. Selain itu, masa ini juga diwarnai dengan ideologi
militeralistik dalam pendidikan yang bertujuan untuk melanggengkan status
quo penguasa. Pendidikan militeralistik diperkuat dengan kebijakan
pemerintah dalam penyiapan calon-calon tenaga guru negeri.
3.1.4.Pendidikan
pada Masa Reformasi
Pendidikan di era
reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia melalui UU No 22
tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang
didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis
Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang
berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
DAFTAR PUSTAKA
Kartono, Kartini.1997. Tujuan Pendidikan
Holistik Mengenai Tujuan Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Pradnya
Paramita.
Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta:
Ar Ruz.
Nugroho, Rianti.2008. Pendidikan Indonesia:
Harapan, Visi,dan Strategi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta:
Cemerlang, 2005)
UUD 1945 amandemen keempat, pasal 31 ayat 4.
“Asal
Mula Pendidikan”, (worldfhan.wordpress.com, diakses 04 Oktober 2013, pukul
19.02 WIB).
“Sejarah
Perkembangan Pendidikan di Dunia”, (sudimuja.com, diakses 04 Oktober 2013,
pukul 19.25 WIB).
“4 Tokoh Pendidikan di Dunia”, (yudhe.com.
diakses 04 Oktober 2013, pukul 19.51WIB).
“Sejarah Pendidikan Indonesia”, (filsufgaul.wordpress.com,
diakses 04 Oktober 2013, pukul 20.13 WIB).
Nama Dosen : Dirgantara Wicaksono
Mata Kuliah : Pengembangan Pembelajaran PKn di SD
PENGUJIAN: Ny. Ria Maulidina
BalasHapusNEGARA: Indonesia
CITY: Semarang
MY WHATSAPP NO: +62 821-3272-6590
PINJAMAN PINJAMAN: Rp 500.000.000
BANK: ACCOUNT BCA No: 1750825253
EMAIL: maulidinaria@gmail.com
PERUSAHAAN PINJAMAN: PERUSAHAAN PINJAMAN ROLAND KARINA ELENA
EMAIL: karinarolandloancompany@gmail.com
WHATSAPP NO: +15857083478
NAMA FACEBOOK: karina elena roland
Nama saya MRS RIA MAULIDINA, saya berada dalam kekacauan keuangan, saya tidak punya pilihan selain mencari agen pinjaman online terkemuka yang menyewakan pinjaman kepada yang membutuhkan, tetapi yang saya dapatkan hanyalah sekelompok scammers karena saya percaya pemberi pinjaman kedua yang saya komunikasikan karena keputusasaan saya untuk mendapatkan uang ASAP dan itu membuat saya mengirim kepadanya satu-satunya uang yang saya miliki di bumi dan di surga, mereka terus meminta lebih banyak dan ini membuat saya marah karena saya harus menutup email itu karena saya menyadari omong kosong dan saya tidak repot-repot online untuk mendapatkan bantuan lagi, karena saya tidak percaya lagi. saya menjadi sangat kurus karena kurangnya makanan yang baik dan 2 anak saya usia 5 dan 8 juga tidak terlihat bagus selama periode COVID19 kuncian ini tidak ada perawatan yang layak sebagai akibat dari keuangan, minggu lask saya melihat teman keluarga lama suami saya dan saya mengatakan kepadanya semua yang saya telah lewati dan dia mengatakan satu-satunya cara dia bisa membantu adalah mengarahkan saya ke agen pinjaman yang baik yang juga membantunya dan dia juga menjelaskan bagaimana dia secara finansial turun dan bagaimana dia didorong oleh pinjaman ini agen KARINA ELENA ROLAND LOAN COMPANY (karinarolandloancompany@gmail.com) yang memberinya pinjaman dengan suku bunga 2% yang terjangkau dan dia lebih lanjut meyakinkan saya bahwa mereka sah dan bukan scammer dan dia juga memberi tahu saya apa yang perlu dilakukan {PERUSAHAAN PROSEDUR ADMINISTRASI} dan dia juga memberi saya alamat email yang bereputasi baik ini dan saya menghubungi mereka seperti yang diinstruksikan dan atas rahmat ALLAH YANG MAHA ESA saya juga diberikan dana pinjaman saya sebesar Rp 500.000.000 dalam waktu 2 jam setelah aplikasi saya dijumlahkan tanpa ada tekanan atau masalah Aku dan inilah sebabnya aku datang ke sini untuk memberikan kesaksian saya dan untuk membiarkan orang tahu bahwa masih ada agen pinjaman nyata dan terkemuka online. hubungi mereka melalui (karinarolandloancompany @ gmail. com) atau melalui +15857083478